Mengapa Harus Ibu.........?



Sebutan Ibu merupakan hal yang paling sering kita dengar dibandingkan dengan Bapak. Ngak percaya…? Mari kita buktikan.
Ibu Kota, Ibu Rumah Tangga, Ibu Pertiwi, Ibu Jari, Ibu Negara, Ibu suri, Sorga ditelapak kaki Ibu, Kasih Ibu sepanjang jalan, Di Doa Ibu ku nama ku disebut, dll-dll. Lalu bagaimana dengan Bapak ? Kenapa hanya peranan Ibu yang mendominasi… Bukankah Bapak juga penting dalam permainan ini, dan memiliki andil yang cukup potensial ???

Silahkan cari sendiri jawabnya, terserah dari persepsi mana anda menyikapi... !!! sorry pembaca… bukan mau cari perkara, tapi sekedar mengajak anda ber- illustrasi.
Sekalipun demikian namun yang satu ini, saya persembahkan untuk pembaca, dus mengajak anda mengenang masa-masa indah kita bersama ibu sekalipun kini hanya dalam kenangan.

Sebelumnya simak syair lagu ini :

" Kasih Ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia.." ( Sebuah lagu yang mengisahkan betapa kasih ibu sangat mulia) Lagu ini berjudul : Kasih Ibu sepanjang jalan.

“ Bila kuingat lelah Ayah Bunda… Bunda piara-piara akan daku sehingga aku besarlah…Waktu ku kecil hidupku amatlah senang, senang dipangku- dipangku dipeluknya serta dicium-dicium dimanjakan namanya kesayangan.” ( Sebuah lagu yang mengisahkan masa kecil kita yang sangat di manja oleh Ayah-Bunda. Syair lagu ini bersentuhan dengan Bapak/Ayah, namun kemudian yang diprioritaskan peran dari ibu, Ironisnya… Judulnyapun *** Bunda Piara*** bukan Ayah Bunda Piara.

Kedua lagu diatas menggambarkan betapa besarnya kasih ibu kepada kita... Mari kita buka lembaran lama kita.

Di usia kita 1 tahun, Ibu yang mengasih kita makan, dia yang memandikan kita, namun kita balas dengan menangis sepanjang malam.( kita cengeng)

Di usia kita 2 tahun, Ibu yang melatih kita untuk berjalan, kita balas dengan melarikan diri pada saat Ibu menjaga kita. ( kita jual mahal)

Di usia kita 3 tahun, Ibu selalu menyediakan kita makanan yang sangat enak, namun kita balas dengan membuang piring ke lantai. (kita tidak perduli)

Di usia kita 4 tahun, Ibu memberi kita kertas tulis dan pensil, namun kita balas dengan mencorat-coret seluruh dinding rumah. ( kita kompensasi)

Di usia kita 6 tahun, Ibu mengantar kita pergi kesekolah, namun kita balas dengan teriakan, ngak mau sekolah…( kita seperti ngak butuh ilmu)

Di usia kita 12 tahun, Ibu selalu nasehati kita agar berpenampilan yang baik, namun kita balas dengan sebuah kata, sekarang kan zaman modern.
( kita sok anak gaul)

Di usia kita 15 tahun, Ibu selalu menanti kita pulang dengan hasrat tercipta canda ria, namun kita balas dengan mengurung diri dikamar.
( kita asyik sms sama cs)

Di usia kita 17 tahun, Ibu selalu memberi kita uang untuk membeli keperluan sekolah, namun kita balas dengan menghabiskan uang dengan bermain judi.
( kita merasa itu hal biasa)

Di usia kita 19 tahun, Ibu selalu serius perhatikan masa depan kita, namun kita balas dengan lebih mengutamakan teman. ( kita sok mandiri)

Di usia kita 24 tahun, Ibu menanyakan kita tentang pacar, namun kita balas dengan ucapan, Ibu ngak perlu tahu soal itu, itukan urusan orang muda.
( kita seolah-olah lebih pintar dengan ilmu yang ada pada kita)

Di usia kita 28 tahun, Ibu mempersiapkan segala sesuatunya tentang pernikahan kita, namun kita balas dengan meninggalkannya dan kita lebih memikirkan keluarga kita. ( kita tinggalkan Ibu seperti nasib sebatang tebu, habis manis sepahnya dibuang)


Di usia kita 30 tahun, Ibu selalu mengingatkan kita cara mengurus anak, namun kita balas dengan ucapan, sudahlah bu… sekarangkan zaman sudah berubah. ( kita seperti serba tahu )

Di usia kita 35 tahun, ibu mengabari kita kondisinya lagi sakit, namun kita balas dengan ucapan… nantilah bu masa liburan kami pulang.
( kita seperti manusia super sibuk)

Suatu hari… kita menerima informasi, Ibu sudah meninggal…kita diam seribu bahasa… menangis menyesali diri, ingin terbang mau melihat jasad ibu…apa mau dikata, sekarang hanya tinggal penyesalan.
Ternyata sahabat Kematian adalah keniscayaan hidup, dan kematian adalah pasangan dari kehidupan. Kematian akan datang pada setiap jiwa manusia yang hidup. Datangnya bagaikan pencuri yang datang dan menyelinap masuk… lalu keluar menggondol roh kehidupan, dengan meninggalkan jasad yang terlentang dan tak berdaya. Kalau sudah ajal tiba siapapun harus menerima, tidak ada penundaan walau sejenak.

Sahabat tulisan ini sekedar mengingatkan kita akan kasih ibu yang tiada tara.

Share on Google Plus

About Willer Marbun

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar anda :